Siang hari, di bulan Februari, ketika matahari bersinar dengan teriknya dan
suhu udara yang membuat keringat bercucuran, seseorang teman
menghampiriku.
"Sedang apa?", katanya.
"Tidak ada", jawabku.
Berharap kemudian dia menawarkan sebotol minuman dingin atau segelas es teh
manis, namun nyatanya tidak.
Dia justru menawarkan diri untuk bercerita.
Dia justru menawarkan diri untuk bercerita.
"Ada apa?", tanyaku.
Temanku sedang menyukai dua gadis, dua gadis sekaligus.
Aku sebagai seorang perempuan ingin memarahinya.
Dasar laki-laki, kenapa tidak bisa setia mendekati satu gadis saja.
Tapi ku urungkan niatku, hemat tenaga.
Lagipula dia belum selesai bercerita.
Aku sebagai seorang perempuan ingin memarahinya.
Dasar laki-laki, kenapa tidak bisa setia mendekati satu gadis saja.
Tapi ku urungkan niatku, hemat tenaga.
Lagipula dia belum selesai bercerita.
"Aku bingung", katanya.
Ada kebimbangan di hatinya, untuk menentukan satu gadis yang akan dipilihnya.
Gadis pertama bernama Aliya, seumuran dengannya, bekerja di Malang, seiman dengannya.
Gadis kedua bernama Luna, berbeda 4 tahun dengannya, masih kuliah, satu
kota dengannya, namun berbeda keyakinan.
"Mengapa kamu bimbang?", tanyaku.
Jika aku dihadapkan pada kedua pilihan itu, tentu aku tak akan bimbang.
Mudah bagiku untuk memilih, tentu aku akan memilih yang seiman denganku.
Mudah bagiku untuk memilih, tentu aku akan memilih yang seiman denganku.
Lalu katanya, dia ingin memilih Luna, yang dekat.
Kutanya, "Mengapa?"
Kutanya, "Mengapa?"
Temanku ingin berhubungan dengan yang dekat saja, setiap hari bisa bertemu, setiap malam
minggu bisa mengajaknya kencan.
"Kenapa tidak Aliya?", tanyaku ingin mendengar alasannya.
Jawabnya karena Aliya jauh, Aliya juga sibuk bekerja dari pagi hingga
malam.
Ada keresahan tidak bisa intim berkomunikasi dengan Aliya, ada keresahan akan selalu menunggu balasan chatnya, atau menunggu larut malam untuk bertatap muka melalui video call.
Ada keresahan tidak bisa intim berkomunikasi dengan Aliya, ada keresahan akan selalu menunggu balasan chatnya, atau menunggu larut malam untuk bertatap muka melalui video call.
"Kamu salah.", kataku.
"Salah bagaimana?", tanyanya.
"Kau tau, jarak terjauh bukan karena kamu berbeda kota dengannya, yang
membuat jauh juga bukan karena kalian tidak berkomunikasi tiap hari.",
jawabku.
"Lalu?", tanyanya penuh kebimbangan.
"Jarak terjauh justru karena kalian berbeda tempat ibadah, jarak
terjauh justru karena kalian menyembah Tuhan dengan cara yang berbeda.",
jawabku.
“Lalu aku harus bagaimana?”, tanyanya.
“Kamu tau kamu harus bagaimana, tak perlu bertanya”, jawabku.
Temanku, akhirnya memilih Aliya.
Aku lega.
Temanku sering berbagi cerita denganku, bagaimana dia tetap berkomunikasi satu sama lain meskipun sama-sama sibuk.
Temanku bercerita betapa bahagianya dia, ketika akhir pekan Aliya mendatanginya, lalu mereka beribadah di tempat yang sama, lalu mereka pergi ke tempat yang mereka sukai.
Aku lega.
Temanku sering berbagi cerita denganku, bagaimana dia tetap berkomunikasi satu sama lain meskipun sama-sama sibuk.
Temanku bercerita betapa bahagianya dia, ketika akhir pekan Aliya mendatanginya, lalu mereka beribadah di tempat yang sama, lalu mereka pergi ke tempat yang mereka sukai.
Temanku bercerita, Aliya sangat cemburuan.
Tak apa kataku, biasa kan hubungan jarak jauh.
Cemburu karena sayang kan.
Aku tetap menyemangatinya dengan senang hati, sekalipun temanku bilang harus jaga jarak denganku karena Aliya pun cemburu denganku.
Sedikit kecewa, padahal aku tak pernah punya niat macam-macam selain berteman.
Namun tak apa-apa, lalu aku katakan pada temanku,
“Butuh pengorbanan bukan untuk orang yang kita sayang”.
Tak apa kataku, biasa kan hubungan jarak jauh.
Cemburu karena sayang kan.
Aku tetap menyemangatinya dengan senang hati, sekalipun temanku bilang harus jaga jarak denganku karena Aliya pun cemburu denganku.
Sedikit kecewa, padahal aku tak pernah punya niat macam-macam selain berteman.
Namun tak apa-apa, lalu aku katakan pada temanku,
“Butuh pengorbanan bukan untuk orang yang kita sayang”.
Memasuki bulan April temanku datang menghampiriku lagi.
Ada kesedihan di wajahnya.
Ada kesedihan di wajahnya.
“Ada apa?”, tanyaku.
“Aku putus”, jawabnya.
“Kenapa bisa?”, tanyaku heran.
Aliya, gadis yang disayanginya ternyata mendua.
Aliya diam-diam dekat dengan pria lain di Malang dan bahkan sudah pacaran.
Temanku terus mengukutuki Aliya, dia terus-terusan memberikan hinaan.
Aliya diam-diam dekat dengan pria lain di Malang dan bahkan sudah pacaran.
Temanku terus mengukutuki Aliya, dia terus-terusan memberikan hinaan.
Aku tau Aliya jahat, tapi kamu tak perlu mengutuki terus menerus.
Berhenti memaki, ikhlaskan saja, percaya nanti akan ada penggantinya yang lebih baik.
Biar Tuhan yang balas perbuatan Aliya.
Kamu tak perlu.
Sedikit ceramah yang aku berikan yang berhasil membuatnya terdiam.
Berhenti memaki, ikhlaskan saja, percaya nanti akan ada penggantinya yang lebih baik.
Biar Tuhan yang balas perbuatan Aliya.
Kamu tak perlu.
Sedikit ceramah yang aku berikan yang berhasil membuatnya terdiam.
Satu minggu setelah ku beri ceramah, temanku menghampiriku lagi.
Tak ku liat lagi raut kesedihannya.
Tak ku dengar lagi kata-kata kasarnya.
Tak ku liat lagi raut kesedihannya.
Tak ku dengar lagi kata-kata kasarnya.
“Kamu terlihat bahagia sekarang?”, tanyaku.
“Tentu. Aku jadian dengan Luna.”, jawabnya.
“Tentu. Aku jadian dengan Luna.”, jawabnya.
“Secepat itu?”, tanyaku heran.
Mengapa bisa secepat itu temanku menyembuhkan hatinya, dan kemudian memulai
dengan Luna.
Mungkin memang sedari awal dia lebih jatuh hati pada Luna.
Sedari awal dia lebih memilih Luna daripada Aliya,
namun karena nasihatku akhirnya dia memilih Aliya.
Sedari awal dia lebih memilih Luna daripada Aliya,
namun karena nasihatku akhirnya dia memilih Aliya.
Nyatanya, dengan yang seiman pun tak menjamin apakah prosesnya akan mulus,
tak ada jaminan apakah akan lebih bahagia.
Temanku terlihat bahagia sekarang.
Aku tak tau bagaimana dia akan menjalani jarak yang semakin jauh dengan Luna,
aku tak mengerti bagaimana mereka menyatukan perbedaan dengan cinta.
Temanku berkata bahwa dia sadar ini tak akan indah selamanya,
namun yang dia tau,
dia hari ini bahagia.
tak ada jaminan apakah akan lebih bahagia.
Temanku terlihat bahagia sekarang.
Aku tak tau bagaimana dia akan menjalani jarak yang semakin jauh dengan Luna,
aku tak mengerti bagaimana mereka menyatukan perbedaan dengan cinta.
Temanku berkata bahwa dia sadar ini tak akan indah selamanya,
namun yang dia tau,
dia hari ini bahagia.