Siapa
sih yang nggak ingat serial TV Keluarga cemara yang pernah hits di era tahun
90-an? Awal tahun 2019 ini Yandy Laurens membawa kisah Abah, Emak, Euis, dan
Ara ke layar kaca perfilman Indonesia. Sebuah film tema keluarga yang menurut saya
jarang ada di Indonesia, sudah pasti film ini akan menarik.
Kisah Keluarga Cemara
Kisah
dalam film ini tentu sama dengan serial TV nya, bercerita tentang Abah (Ringgo
Agus Rahman) dan Emak (Nirina Zubir) yang mempunyai dua anak perempuan yaitu
Euis (Zara JKT 48) gadis SMP yang berbakat dibidang dance, dan Ara (Widuri Puteri)
anak umur 7 tahun yang energik dan gemar menggambar.
Keluarga
mereka sangat rukun, damai, bahagia, serta berkecukupan. Hingga masalah menimpa keluarga mereka,
Abah yang ditipu oleh kakak iparnya sendiri terpaksa harus meninggalkan rumahnya
di Jakarta dan membawa istri serta anakknya ke desa terpencil di Jawa Barat untuk
tinggal di rumah warisan ayah Abah, selain itu Abah juga harus mencari
pekerjaan baru.
Jauh
dari kebingisan kota, keluarga ini menghadapi kehidupan baru yang apa adanya
dan serba terbatas. Tentu ini bukan hal yang mudah terutama bagi Euis yang memasuki
masa pubertas dan harus beradaptasi dengan teman-teman barunya di sekolah
baru yang sangat berbeda dengan sekolah sebelumnya. Namun dibalik kesederhanaan
kehidupan mereka dan masalah yang harus mereka jalani, mereka menemukan bahwa
harta yang paling berharga adalah keluarga.
Mengikuti Perkembangan Jaman
Meskipun
film ini diambil dari serial TV era 90-an dan dengan plot yang dibuat sama
dengan versi serialnya, namun ada juga perbedaannya dengan serial TV-nya. Film
ini mengambil latar waktu di era sekarang, beberapa adegan disesuaikan dengan
kehidupan modern masa kini sehingga terkesan natural dan penonton pun bisa merasakan
hal yang dekat dengan kehidupan sehari-hari.
Meskipun
mengambil kehidupan modern, namun ciri khas serial Keluarga Cemara yang ikonik
tetap dimunculkan yaitu becak dan opak. Kedua elemen itu tentu yang membuat
rindu penggemarnya.
Pesan Moral
Saya
sangat mengapresiasi film Indonesia seperti ini, film yang sederhana namun
tidak membuat jenuh, film yang menyenangkan namun juga menyimpan banyak makna
dan pesan moral bagi penontonnya. Tokoh Abah dan Emak yang diperankan oleh
Ringgo dan Nirina terkesan natural menggambarkan kehidupan suami istri dan bapak
ibu. Alur cerita serta karakter yang dekat dengan kehidupan sehari-hari tersebut
membawa penonton terhanyut dalam suasana dan tentu beberapa tak kuasa menahan
air mata.
Film Keluarga
Cemara ini mengajarkan bahwa setiap masalah akan ada cara penyelesaiannya,
meskipun mungkin bukan jalan penyelesaian yang kita harapkan, namun justru itu
membawa hal yang lebih baik bagi kehidupan kita. Dibutuhkan kebesaran hati untuk
menerima keadaan dan ketangguhan untuk tetap bertahan bersama keluarga bagaimanapun
keadaannya.
Jatuh Cinta dengan para pemainnya
Apresiasi
yang besar kepada Ringgo, Nirina, Zara, dan Widuri dimana mereka bermain sangat
natural dan membuat film ini mempunyai kualitas. Jujur awalnya saya ragu apakah
Ringgo yang mempunyai sisi komedi bisa membawakan karakter Abah, namun diluar dugaan,
Ringgo mampu memunculkan karakter Abah yang penuh kasih dan bertanggung jawab dengan
apik.
Meski
telah banyak peran yang dimainkan oleh Nirana yang tentu kemampuan aktingnya
tidak diragukan lagi, namun di Keluarga Cemara ini membuat saya tetap
terkesima. Nirina mampu memunculkan sosok emak yang penuh kasih sayang dan penuh
kesabaraan yang mampu menerima segala keadaan keluarganya. Bagaimana seorang istri harus mampu menjadi penguat disetiap usaha suaminya, mampu menjadi penyejuk di tengah problematika yang dihadapi keluarganya, menjadi sosok sahabat dan penengah bagi kedua putrinya.
Zara dan Widuri juga tak kalah
memukau. Zara tampil apa adanya dan terkesan natural menjadi gadis remaja masa kini yang penuh keinginan, keras kepala dan kadang tidak patuh dengan orangtuanya. Widuri yang pertama kali masuk dunia akting juga tampil cemerlang bak idola masa kini yang membuat
penonton kagum akan sosoknya yang periang, ceria dan polos.