Film Lima. Film yang tayang untuk menyambut hari
kelahiran Pancasila yang jatuh pada tanggal 1 Juni ini memang unik. Seperti
judulnya lima, film ini digarap oleh lima sutradara yaitu: Lola Amaria, Shalahuddin
Siregar, Tika Pramesti, Adriyanto Dewo, dan Harvan Agustriansyah, serta lima
orang pengisi Original
Sound Track (OST). Yang lebih menarik, film ini menyuguhkan
lima jalan cerita yang diadaptasi dari kelima sila Pancasila yaitu Tuhan,
kemanusiaan, persatuan, musyawarah, dan keadilan.
Pengamalan kelima sila tersebut disuguhkan
berdasarkan permasalahan yang sering terjadi di kehidupan bangsa Indonesia.
Menceritakan keluarga Maryam (Tri Yudiman) dengan ketiga anaknya Fara
(Prisia Nasution), Aryo (Yoga Pratama), dan Adi (Baskara Mahendra) dimana
Maryam dan Fara beragama Islam sedangkan Aryo dan Adi beragama Kristen.
Tuhan.
Permasalahan pertama muncul ketika Maryam meninggal.
Bagaimana Maryam dimakamkan memicu perdebatan untuk ketiga anaknya. Namun,
akhirnya permasalahan dapat diselesaikan dengan damai.
Kemanusiaan.
Adi sering mendapat bully-an dari teman sekolahnya
bernama Dega. Pada suatu saat Adi harus menyaksikan kejadian yang tidak
berperikemanusian yang menggugah hati Adi untuk membantu menegakkan keadilan
meski harus berhadapan dengan Dega.
Persatuan.
Fara seorang pelatih renang mendapatkan permasalahan
ketika ia harus menentukan atlet mana yang harus dikirim ke Pelatnas dengan
tidak memasukkan unsur ras, suku, dan kulit warna ke dalam penilainnya. Fara
pun harus berhadapan dengan pemilik klub.
Musyawarah.
Aryo sebagai anak lelaki tertua dihadapkan pada
permasalahan warisan, dia harus menjadi pemimpin untuk menyelesaikan masalah
warisan yang ditinggalkan Maryam. Sebelumnya Aryo juga dihadapkan dengan
permasalahan bahwa ia dipecat oleh rekan bisnisnya sendiri tanpa melakukan
musyawarah dahulu sebelumnya.
Keadilan.
Ijah (Dewi Pakis), pembantu rumah tangga
keluarga Maryam menemukan permasalahan ketika pulang kampung, dia harus
menyelematkan anaknya dan menuntut keadilan yang seringkali tidak berpihak pada
rakyat kecil seperti Ijah.
Film Untuk Generasi “Jaman Now”
Saya heran ketika melihat film ini banyak kursi bioskop
yang kosong, dan setelah menyadari sebagian besar penonton adalah orang sepuh/
orang tua. Apakah anak muda kurang antusias untuk menonton film dengan tema
seperti ini? Padahal, menurut saya film ini baik ditonton untuk generasi muda
calon penerus bangsa. Mereka bisa belajar dan memahami makna dari setiap sila
yang ada di Pancasila.
Permasalahan yang terjadi di cerita ini sebenarnya
permasalahan klasik yang banyak ditemukan di kehidupan. Dari permasalahan yang
ada kita dapat belajar bagaimana seharusnya Pancasila menjadi dasar dalam
menyelesaikan permasalahan yang terjadi. Penyelesaian masalah yang terjadi di
film ini sangat sederhana menurut saya, namun seringkali tidak pernah
terpikirkan di pikiran kita.
Keseluruhan menurut saya film ini bagus, penuh makna
yang ingin disampaikan kepada penonton. Walaupun beberapa agak sulit dimengerti,
jadi harus mikir dulu untuk mengetahui pesan apasih yang ingin disampaikan
melalui cerita ini. Durasi 110 menit untuk film ini juga sangat pas, tidak
terlalu lama, mungkin jika lebih lama sedikit saya akan bosan. Adanya lima
cerita yang berbeda juga dikemas secara rapi dan berkesinambungan, perubahan
cerita satu ke satunya hampir tidak terasa, kecuali saat perubahan ke cerita terakhir
yaitu sila keadilan.